Meski diprotes oleh warga dan pedagang, namun pasar tradisional di Kelurahan Tello Baru, Kecamatan Panakkukang Kota Makassar, tetap dijual untuk kepentingan lokasi pembangunan ruko (rumah yang berfungsi toko). Pasar tradisional ini mendapat bantuan Bank Dunia pada tahun 2004 melalui Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar sebagai proyek peningkatan pasar desa.
Fasilitas umum ini, lokasinya memang di atas tanah milik H. Achmad berdasarkan Akta Jual-Beli Nomor 100/V/1988, didepan Notaris selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah, Tulus Partosudiro di Makassar. Namun, pemilik tanah merelakan tanah miliknya dijadikan lokasi sementara fasilitas umum, berupa pasar tradisional. Sebelum pemilik tanah wafat, menandatangani surat kuasa kepada Amiruddin dengan ketentuan sejauh tanah tersebut dijadikan fasilitas umum atau lokasi pasar tradisional, maka tidak boleh tanah tersebut dipindah tangankan. Para pedagang pun serta warga di Kelurahan Tello Baru merasa aman melakukan aktifitas jual beli di pasar tersebut.
DIJUAL
Tanpa diketahui oleh kuasa pemilik tanah, serta merta lokasi pasar tanah tersebut dijual dengan menggunakan ‘rincik’ yang diduga palsu. Berdasarkan rincik tersebut, maka H. Burhamsyah alias H. Pabbe yang difasilitasi oleh ketua LPM Kelurahan Tello Baru, H. Syamsuddin Kadir, SE. Kemudian menjual lokasi pasar tersebut. Hal inilah yang membingungkan kuasa pemilik tanah Amiruddin, hak atas tanah tersebut yang dilindungi Akta Jual-Beli berdasarkan ketentuan yang berlaku, serta merta muncul rincik baru yang sebenarnya sudah gugur dalam resapan Akta Jual-Beli. Semua bangunan di atas pasar tersebut digusur untuk didirikan beberapa petak ruko.
Lurah Tello Baru Kota Makassar, Jabbar, S. Sos mengakui transaksi tanah atas lokasi pasar bantuan Bank Dunia tersebut, hanya berdasarkan rincik, tidak melihat Akta Jual Beli atas nama pemilik tanah yang sah, H. Achmad. “Saya sebagai pemerintah kelurahan, hanya merupakan bawahan dari Camat Panakkukang,” ujarnya ketika dihubungi Indonesia Pos Senin pekan lalu.
Camat Panakkukang Kota Makassar, A. Bukti Djufri, SP, M.Si, mengakui pula bahwa transaksi atas lokasi pasar tradisional tersebut, hanya berdasarkan rincik namun pihaknya tetap percaya bahwa ‘rincik’ tersebut asli. Dia mengaku tidak mengetahui bahwa lokasi pasar tersebut adalah milik H. Achmad berdasarkan Akta Jual-Beli.
Keterangan kedua pejabat yang terlibat mengesahkan transaksi diluar prosedur lantaran menabrak hak atas tanah yang dilindungi Akta Jual-Beli, dinilai oleh H. Amiruddin selaku pemilik kuasa bahwa kedua pejabat tersebut tidak bertanggung jawab dalam menghormati keabsahan akta jual-beli yang dipegang sejak 1988. “Mana mungkin ada rincik yang menjadi alas hak untuk menjual lokasi tersebut, kalau saya setiap tahun membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas tanah tersebut. Apalagi dalam buku ‘F’ tetap nama H. Achmad sebagai pemilik tanah”, ujar Amiruddin.
Kalangan warga dan pedagang menilai penjualan pasar bantuan Bank Dunia tersebut, masih berhubungan dengan kepentingan dana pemilukada Sulawesi Selatan 2013. Apalagi, semua bahan bangunan hasil penggusuran pasar tersebut telah dijual oleh oknum tertentu.(Inpos News)