Minggu, 22 Januari 2012

Kasus Penculikan dan Pemerkosaan Gadis di Bantaeng dan Jeneponto, Terus Berlanjut Warga Kecewa Pada Polda Sulselbar


Setelah berhasil melakukan penculikan 6 kali gadis dibawah umur di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, kemudian korban dibawa ke perairan selat Makassar untuk diperkosa, maka kasus yang sama meluas ke Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.

Kabupaten Jeneponto bertetangga dengan Kabupaten Bantaeng, keduanya memiliki pesisir pantai yang bertautan dengan selat Makassar.

Kasus penculikan dan pemerkosaan di Kabupaten Jeneponto terjadi pada hari Kamis tanggal 19 Januari 2012, sekitar jam 04.00 Wita dinihari, di desa Tino, Kecamatan Tarowang Kabupaten Jeneponto. Telah terjadi tindakan penculikan dan kekerasan terhadap anak dibawah umur atas nama Nurlinda, umur 9 tahun. Siswi kelas 3 SD Negeri Tino. Alamat Desa Tino Kecamatan Tarowang Kabupaten Jeneponto. Kronologis korban diculik di rumahnya oleh pelaku dengan ciri-ciri tinggi besar, kumis tebal, rambut berombak. Pada saat diculik korban diancam senjata tajam oleh pelaku. Korban lalu dibawa oleh pelaku keatas perahu dan dibawa ke laut. Diatas perahu korban dicabuli oleh pelaku. Setelah itu pelaku membawa korban kembali ke daratan dan mengantar korban sampai didekat rumah korban lalu meninggalkan korban. Akibat kejadian yang dialaminya korban luka robek pada bagian kemaluan karena desakan benda tumpul. Hingga saat ini pelaku belum diketahui. Korban masih dirawat di RSUD. Prof. Dr. Anwar Makatutu, Kabupaten Bantaeng.
Korban ada 6 orang di Kabupaten Bantaeng. Polres Bantaeng dan Polda Sulsel masih bingung tentang motif dan siapa pelakunya sekalipun sudah ada yang ditangkap dan sudah ditahan di rutan. Pelaku di Bantaeng yang ditangkap dan ditahan bahkan sudah dituntut 15 tahun penjara untuk sementara harus dibebaskan demi hukum karena masa penahanannya habis. Setelah H. Bagodeng bebas, pencabulan pertama baru 1 anak di Tino. Polres dan masyarakat Jeneponto diminta siaga terutama daerah pesisir seperti di Kabupaten Bantaeng. Namun demikian, tokoh-tokoh masyarakat setempat kepada Indonesia Pos News,mereka sangat kecewa terhadap kinerja Polda Sulselbar yang tidak mampu meringkus pelaku kejahatan seksual ini.(Inpos News)  

AKBP Aidin Makadomo, SH, MH Diduga Menerima Suap


Sejumlah warga di pulau semanga kabupaten pangkep Sulawesi selatan, kesal atas dibebasnya pelaku Bom ikan oleh petugas Pol Airud Polda Sulsel. Keputusan yang ditempuh itu dinilai kurang baik karena tidak membuat efek jerah terhadap pelaku bom ikan tersebut.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Indonesia Pos News, pelaku dilepaskan dari tahanan karena membayar lima belas juta rupiah. Pengakuan dari sumber yang cukup dipercayai mengatakan uang tersebut dari Haji Sunar lewat perantara Haji Mansyur menyerahkan kepada kasubdit Gakkum Polda Airud SulSel, Ajun Komisaris Besar Polisi, Aidin Makadomo, SH, MH, belum lama ini. Sedangkan tanggal, jam dan tempat menyerahkan uang tersebut dirahasiakan oleh yang bersangkutan.
Sementara warga pulau semanga mulai rasa curiga terhadap penyidik yang dilakukan oleh petugas kepolisian tersebut yakni sejumlah barang bukti berupa kapal, Bom ikan, tidak dibawa serta kekantor Pol Airud Polda Sulsel. Ditambah lagi Haji Mansyur, tokoh masyarakat yang tidak terlibat dalam kasus tersebut, namun mleibatkan diri dalam pengurusan kasus. “Kuat dugaan pelaku di bebaskan karena Haji Mansyur dengan AKBP Aidin Makadomo, SH, MH sangat dekat dan segala urusan akan diselesaikan dengan baik,” begitu kata mereka.
Menurut warga setempat pelaku bom ikan tersebut lebih dari dua orang sedangkan hasil tangkapan ikan dari bom ikan tersebut yaitu jumlahnya sekitar satu ton dan sudah dijual oleh oknum polisi. Lebih dari itu mereka mengatakan, kapal itu tidak rusak.
Sehubungan dengan hal itu, wartawan menjumpai Kasubdit Gakkum Polairud Polda SulSel AKBP, Aidin Makadomo, SH, MH di ruang kerjanya belum lama ini untuk dimintai komentarnya seputar dibebasnya pelaku Bom ikan yang ditangkap pada 28 Desember 2011 dan kuat dugaan dibebasnya pelaku itu setelah membayar Lima Belas Juta Rupiah. Mendengar hal itu AKBP. Aidin  Makadomo, SH, MH membantah, lalu dia mengatakan Lilahi ta Allah, saya tidak pernah menerima uang dari Haji Mansyur. Saya juga tidak kenal orangnya.
Menurut dia, pelaku itu ada dua orang yakni Hamnur sudah jadi tersangka dan berkasnya tidak lama akan dilimpahkan kepada Kejaksaan untuk diproses lebih lanjut. Sedangkan Ilham karena usianya empat belas tahun dan masih tergolong anak, maka kami lepaskan dengan berbagai pertimbangan jangan sampai ada aksi-aksi, Ilham juga sebagai saksi atas tersangka Hamnur itu.
Mengenai barang bukti ada seperti 38 sumbu denator Bom ikan, hanya kapal tidak dibahwa sertakan karena kapal kondisi Sementara rusak, apalagi sekarang ini musim ombak. Jadi kami takut jika ada terjadi sesuatu terhadap kapal itu, dan siapa yang mau bertanggung jawab,” begitu kata dia. Diakuinya kasus Bom Ikan ini, Dia pernah dihubungi oleh kapolsek Sapuka kabupaten Pangkep dan rekan-rekannya di Pol Airud untuk dibebaskan tapi karena menegakkan aturan kami tidak menanggapi permintaan tersebut.
Mengakhiri pembicaraannya, ia mengatakan tudingan terhadap dirinya adalah fitnah,  saya tidak pernah menerima uang Lima Belas Juta Rupiah. Ilham dilepaskan karena usianya empat belas tahun dan unsur-unsur yang mengenakan dia menjadi tersangka tidak ada.
Menurut pengakuan tersangka kepada penyidik, Bom Ikan tersebut mereka beli dari warga NTB dan transaksinya di tengah laut, sehingga nama dan alamat penjual mereka tidak tahu. Jadi tidak benar kalau Bom Ikan itu dari warga Makassar, itu hanya mengada-ada saja.
Direktur Komisi Nasional Pengawas Aparatur Negara Komnas Pan RI, Drs Shaffry Sjamsuddin mempertanyakan Ilham dilepaskan setelah di tahan lebih dari 1 kali 24 jam, seharusnya setelah mengetahui usia 14 tahun dan sejumlah keterangan dari anak itu dan tidak ada unsur-unsur, dia sebagai tersangka maka segera dilepaskan. Tapi yang terjadi ditangkap tanggal 28 Desember 2011, dilepaskan pada tanggal 2 Januari 2012. Hal ini yang membuat kami pertanyakan mengapa terjadi demikian. Oleh karena itu kami meminta kepada Propam Polda SulSel untuk memeriksa Kasudit Gakkum Pol Airud Polda SulSel, AKBP Aidin Makadomo, SH, MH.(Inpos News)

Polisi Sweeping, Satu Tewas Lagi, Polisi Bikin Ulah di Selayar


Citra polisi kembali tercoreng, ulah jajaran Polantas Kabupaten Selayar, mengakibatkan seorang warga tewas di jalan. Hal ini membangun kesan bahwa polisi terlalu gampang menghabisi jiwa manusia. Pelaksanaan sweeping yang terjadi di Selayar baru-baru ini menelan “korban”, seorang pengendara sepeda motor mengalami tabrakan. Korban yang bernama A. Ahmad Ali Dian harus mendapatkan perawatan dirumah sakit akibat benturan keras yang membuat dadanya sakit karena kecelakaan tersebut.
Hal itu terjadi karena Ahmad secara tiba-tiba kaget diberhentikan oleh petugas sweeping yang menguasai jalan dan tidak ada rambu-rambu yang menandakan diadakannya sweeping dijalan yang dilintasinya, dan tidak memperhatikan pengendara yang ada di belakangnya akibatnya dia ditabrak dari belakang.
Sweeping yang dilakukan polisi dengan tidak memasang tanda membuat masyarakat kesulitan. Ada juga yang lari dan di kejar polisi, ada pula yang di kejar setelah ditemukan lalu dianiaya mengakibatkan orang tersebut meninggal dunia.
 Hal ini sangat disayangkan karena polisi yang seharusnya mengayomi masyarakat malah bertindak main hakim sendiri yang berujung hilangnya nyawa seseorang, membuat keluarga korban kecewa. Keadaan ini semakin parah karena tidak adanya permintaan maaf dari pihak kepolisian, dan keluarga korban akan berusaha mencari keadilan atas tindakan polisi yang semena-mena tersebut. (Inpos News)

Minggu, 08 Januari 2012

Sebanyak 220 Wartawan Anggota PWI Sulsel Minggat Ke AWI


Sebanyak 220 wartawan anggota PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Cabang Sulawesi Selatan menyatakan secara resmi keluar dari keanggotaan organisasi wartawan tertua di Indonesia tersebut, kemudian serempak bergabung kepada Aliansi Wartawan Indonesia (AWI). Melalui ikrar bersama yang diucapkan pada hari Minggu (8/1) di Makassar, menyebut alasan mereka memilih bergabung dalam organisasi Aliansi Wartawan Indonesia lantaran menolak dipimpin seorang pedagang bukan wartawan profesional. Menurut mereka Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PWI hanya beranggotakan wartawan profesional. Ketua PWI Cabang Sulsel saat ini, H. Zulkifli Gani Ottoh, SH diketahui bukan wartawan, bahkan publik menyebutnya pemimpin organisasi wartawan yang tidak tau membuat berita.
Ketua Umum Aliansi Wartawan Indonesia, R. Mustafa BSc, ketika dikonfirmasi oleh Indonesia Pos News, mengakui bahwa 220 wartawan profesional tersebut yang bergabung ke AWI, berasal dari 24 Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan. Mereka sebagai wartawan profesional yang bekerja pada 16 media cetak yang terbit di Makassar.(Inpos News)

Minggu, 11 Desember 2011

Dijual, Pasar Bantuan Bank Dunia Di Makassar


Meski diprotes oleh warga dan pedagang, namun pasar tradisional di Kelurahan Tello Baru, Kecamatan Panakkukang Kota Makassar, tetap dijual untuk kepentingan lokasi pembangunan ruko (rumah yang berfungsi toko). Pasar tradisional ini mendapat bantuan Bank Dunia pada tahun 2004 melalui Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar sebagai proyek peningkatan pasar desa.
Fasilitas umum ini, lokasinya memang di atas tanah milik H. Achmad berdasarkan Akta Jual-Beli Nomor 100/V/1988, didepan Notaris selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah, Tulus Partosudiro di Makassar. Namun, pemilik tanah merelakan tanah miliknya dijadikan lokasi sementara fasilitas umum, berupa pasar tradisional. Sebelum pemilik tanah wafat, menandatangani surat kuasa kepada Amiruddin dengan ketentuan sejauh tanah tersebut dijadikan fasilitas umum atau lokasi pasar tradisional, maka tidak boleh tanah tersebut dipindah tangankan. Para pedagang pun serta warga di Kelurahan Tello Baru merasa aman melakukan aktifitas jual beli di pasar tersebut.
DIJUAL
            Tanpa diketahui oleh kuasa pemilik tanah, serta merta lokasi pasar tanah tersebut dijual dengan menggunakan ‘rincik’ yang diduga palsu. Berdasarkan rincik tersebut, maka H. Burhamsyah alias H. Pabbe yang difasilitasi oleh ketua LPM Kelurahan Tello Baru, H. Syamsuddin Kadir, SE. Kemudian menjual lokasi pasar tersebut. Hal inilah yang membingungkan kuasa pemilik tanah Amiruddin, hak atas tanah tersebut yang dilindungi Akta Jual-Beli berdasarkan ketentuan yang berlaku, serta merta muncul rincik baru yang sebenarnya sudah gugur dalam resapan Akta Jual-Beli. Semua bangunan di atas pasar tersebut digusur untuk didirikan beberapa petak ruko.
Lurah Tello Baru Kota Makassar, Jabbar, S. Sos mengakui transaksi tanah atas lokasi pasar bantuan Bank Dunia tersebut, hanya berdasarkan rincik, tidak melihat Akta Jual Beli atas nama pemilik tanah yang sah, H. Achmad. “Saya sebagai pemerintah kelurahan, hanya merupakan bawahan dari Camat Panakkukang,” ujarnya ketika dihubungi Indonesia Pos  Senin pekan lalu.
Camat Panakkukang Kota Makassar, A. Bukti Djufri, SP, M.Si, mengakui pula bahwa transaksi atas lokasi pasar tradisional tersebut, hanya berdasarkan rincik namun pihaknya tetap percaya bahwa ‘rincik’ tersebut asli. Dia mengaku tidak mengetahui bahwa lokasi pasar tersebut adalah milik H. Achmad berdasarkan Akta Jual-Beli.
Keterangan kedua pejabat yang terlibat mengesahkan transaksi diluar prosedur lantaran menabrak hak atas tanah yang dilindungi Akta Jual-Beli, dinilai oleh H. Amiruddin selaku pemilik kuasa bahwa kedua pejabat tersebut tidak bertanggung jawab dalam menghormati keabsahan akta jual-beli yang dipegang sejak 1988. “Mana mungkin ada rincik yang menjadi alas hak untuk menjual lokasi tersebut, kalau saya setiap tahun membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas tanah tersebut. Apalagi dalam buku ‘F’ tetap nama H. Achmad sebagai pemilik tanah”, ujar Amiruddin.
Kalangan warga dan pedagang menilai penjualan pasar bantuan Bank Dunia tersebut, masih berhubungan dengan kepentingan dana pemilukada Sulawesi Selatan 2013. Apalagi, semua bahan bangunan hasil penggusuran pasar tersebut telah dijual oleh oknum tertentu.(Inpos News)